Hari ini lebaran. Hari dimana kita seharusnya berkumpul dengan keluarga untuk silaturahim dan maaf-maafan. Namun tidak untuk mang doger monyet ini.
.
Tadi (banget) aku baru pulang dari rumah nenekku yang hanya beda satu RW denganku. Aku RW 9 dan nenekku RW 10. Aku disuruh pulang karena disuruh mamah menjahit jemuran yang sudah kering karena dikhawatirkan sebentar lagi akan hujan. Saat perjalanan pulang, sayup-sayup aku mendengar suara bonang dan cempres berbunyi. Nadanya adalah nada yang biasanya terdengar ketika doger monyet beraksi bak bintang sirkus.
.
Aku terus berjalan hingga sampai di rumah. KEbetulan pertunjukkan doger monyetnya ada di depan rumahku. Tapi betapa kagetnya aku ketika melihat bahwa pertunjukkannya sepi. sepiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii banget. Oh baru mulai kali ya? yaudah lah… Akhirnya aku masuk rumah dan mengangkat jemuran.
.
Setelah aku menjahit jemuran aku melirik lagi ke luar melalui jendela untuk melihat doger monyet. Shock banget pas tau kalau pertunjukkannya masih sepi banget aja. Cuma ada dua orang anak kecil dan ayahnya saja yang menonton. Biasanya sebelum pertunjukkan muncul pun anak-anak sudah pada berkumpul untuk menyaksikan doger monyet ini.
.
Apakah anak-anak kampung Sekemirung pada mudik? ah kayanya enggak semua mudik deh. Rata-rata mereka sama sepertiku, semua keluarganya masih di Sekemirung juga cuma beda RW atau bahkan beda RW.
.
Perjuangan mendapatkan uangnya Mang Doger monyet ini telah menyambuk hatiku (aduh lebay). Saat aku mengeluh karena THR yang diterima jauuuuuuuh lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya dan aku tidak bersyukur, mang ini malah harus bekerja keras untuk memiliki THR yang setidaknya bisa digunakan untuk menghidupi keluarganya. Syukur-syukur kalau bisa ngasih THR ke sanak saudara lain.
.
.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?? (Ar-Rahman 13)
.
.
Bandung, 8 Agustus 2013
Vera Dianwari